Sabtu, 14 Maret 2009

Caleg, Pertaruhan Hidup dan Mati

Sebentar lagi pemilihan Caleg akan diselenggarakan di seluruh penjuru Indonesia. Saat ini disetiap sisi kota dihiasi gambar para caleg dan slogan-slogan (janji kapanye) untuk menarik simpati para pemilih. Kampanye juga sebentar lagi terjadi. berarti pengerahan massa juga akan menjadi pemandangan umum di mata masyarakat.

Perubahan pada pemilu kali ini dibanding pemilu sebelumnya adalah ditetapkannya oleh Makamah Konstitusi bahwa Caleg yang akan duduk di kursi dewan adalah mereka yang memperoleh suara yang terbanyak. bukan lagi ditentukan oleh nomor urut. perubahan ini akan sangat mendasar akibatnya terhadap biaya pencaleg-an seseorang.

PERLU BIAYA BESAR
Kalau sebelumnya para caleg tidak perlu terlalu pusing karena biaya kampanye ditanggung oleh partai, maka sekarang para caleg harus siap-siap mempersiapkan dana besar untuk memperkenalkan dirinya didepan konstituennya. sebagian besar para caleg belum dikenal oleh masyarakat didaerah pemilihannya. maka untuk membuat agar dikenal biaya besarpun harus siap dikeluarkan.
sebagai gambaran saja, kita mungkin sering menyaksikan pemilihan langsung kepala desa. meskipun selalu digembar-gemborkan agar pemilihan menghindari politik uang namun kenyataan dilapangan hampir setiap calon pasti mengeluarkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Mulai biaya atribut kampanye, biaya pengerahan massa, biaya reklame dimedia massa, biaya menjamu para konstituen (biaya ini akan dikeluarkan saat para caleg menyatakan mencalonkan diri sampai pemilihan terjadi). semua biaya ini akan dikeluarkan secara pribadi oleh para caleg.
saya tidak bisa membayangkan, kalau biaya untuk pencalonan kepala desa saja yang jumlah konstituennya mungkin sekitar ribuan orang saja bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juga rupiah. berapa biaya yang dikeluarkan oleh para caleg DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi dan DPR dengan jumlah kontituen lebih dari ratusan ribu atau bahkan jutaan?

HIDUP ATAU MATI
kalau seorang calon kepala desa, untuk membiayai pencalonannya bisa menguras seluruh tabungannya, menjual assetnya seperti rumah, sawah dan lainnya, bahkan berhutang sana-sini dengan janji kalau menang akan dikembalikan dengan bunganya. Dari sini terlihat, secara finansial maka calon pada saat mencalonkan diri dalam kondisi ini sangat rawan / titik kritis. apabila dia menang, maka selamatlah dia (hidup). ada kesempatan untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya. bila sabar dan orangnya jujur maka dia akan menerima kompensasi sebagai kepala desa sesuai haknya. namun kebanyakan karena begitu banyak modal telah dikeluarkan dalam waktu singkat, maka tidak ada jalan lain dalam waktu singkat juga dia harus mengembalikan harta dan hutangnya. tidak ada jalan lain yang cepat kecuali korupsi.

Namun jika calon tersebut kalah, maka habislah dia(mati). semua hartanya ludes dan para penagih hutang siap mendatanginya setiap saat. maka dalam kondisi ini, tekanan ekonomi dan kejiwaan akan dirasakan.

Saya tidak membayangkan apabila saat ini kondisi caleg-caleg kita persis seperti kondisi pencalonan kepala desa tersebut. maka dapat dipastikan, pasca pemilu akan banyak orang stress /mengalami gangguan jiwa (untuk yang kalah) dan juga banyak para koruptor baru yang siap makan apa yang sebenarnya menjadi hak masyarakat. (untuk yang menang/ terpilih).

Bagi para caleg, maka saat ini adalah saat dimana anda dalam posisi kritis. masa pertaruhan hidup dan mati anda kedepan. saran saya, para caleg supaya sadar dengan kemampuan ekonomi dan kekuatannya dalam menyikapi pencalonan caleg kali ini. buatlah neraca agar kondisi keuangan tetap diusahakan positip agar anda dapat meneruskan kehidupan anda dimasa mendatang. jangan jor-joran dalam mencari/menumpuk hutang hanya demi mengejar kursi dewan. Juga jangan terpancing dengan janji-janji tim pemenangan pemilu anda bahwa dengan menggelontorkan dana untuk program kampanye di suatu daerah anda akan memperoleh suara sekian persen dari yang dibutuhkan. calon yang bijak adalah yang mengenal kemampuan diri sendiri.

Tidak ada komentar: